Camat Hadirkan Semua Pihak, Muara Sungai Setedung Sepakat Dibobol Kembali

NATUNA – Pemerintah Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna menggelar rapat koordinasi (rakor) tentang dampak luapan air Sungai Setedung di Aula Kantor Kecamatan Bunguran Timur Laut, Selasa, 08 Februari 2022.

Rapat yang dipimpin langsung oleh Camat Bunguran  Timur Laut, Tri Didik Sisworo, S.STP tersebut menghadirkan beberapa instansi terkait diantaranya, Kepala Desa Kelanga, Ketua BPD Desa Kelanga, Kalaksa BPBD Natuna, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, dan Polsek Ranai, serta Danramil Ranai.

Rapat koordinasi yang juga menghadirkan salah satu pemilik villa tempat orang-orang piknik dikawasan RT 006 RW 003 Setedung, Desa Kelanga itu dilakukan guna menjawab keluhan warga setempat yang mengaku kebunnya rusak terkena luapan air Sungai Setedung akibat muara sungai tertutup oleh kegiatan reklamasi dan pasir alam.

“Terkait pemberitaan di media itu, kami menyurati dinas-dinas terkait dan unsur desa, serta masyarakat yang lokasinya berada di daerah tersebut. Kami mengundang DLH, BPBD, PUPR, Perkim, Kades, BPD, dan ada juga unsur-unsur lain seperti Danramil, termasuk Kapolsek berserta anggotanya,” kata Didik kepada koranperbatasan.com melalui panggilan telepon, Selasa, 08 Februari 2022.

Suasana saat berlangsungnya rakor membahas tentang dampak luapan air Sungai Setedung di Aula Kantor Camat Bunguran Timur Laut. (Foto : BPBD Natuna).

Didik menjelaskan masaalah luapan air sungai memang terjadi sepanjang tahun terutama disaat musim utara. Daerah-daerah sungai yang ada di wilayah itu akan tertutup semua oleh pasir pantai yang dibawa gelombang tinggi.

“Pasir di laut itu menutupi aliran sungai yang ada. Nampaknya, beberapa lokasi di Desa Kelanga khususnya terjadi luapan air karena tidak ada akses untuk keluar air yang ada di hilir sungai,” jelasnya.

Kata Didik, pihaknya juga sudah melihat langsung seperti apa kondisi yang terjadi di lapangan untuk dapat disikapi bersama-sama agar permasaalahan yang terjadi dapat segera diselesaikan.

“Lokasi-lokasi yang tergenang apakah itu akses jalan ke kebun, ataupun ada beberapa kebun warga yang tergenang bisa cepat surut airnya, yang jelas seperti itu lah kira-kira pak,” ungkap Didik.

Menurut Didik untuk penyelesaian jangka pendek kemungkinan bersama-sama akan membuka kembali akses aliran sungai agar air bisa kembali ke laut. Sedangkan untuk jangka menengah dan jangka panjangnya akan dicarikan solusi oleh dinas terkait.

“Kami meminta dinas teknis karena kami sudah undang lengkap dinas terkait guna untuk memikirkan bagaimana supaya kedepan tidak terjadi lagi. Karena beberapa sungai yang ada di Natuna pada umumnya memang kebanyakan tertutup oleh pasir pantai yang dibawa gelombang air laut,” tutur Didik.

Suasana saat berlangsungnya rakor membahas tentang dampak luapan air Sungai Setedung di Aula Kantor Camat Bunguran Timur Laut. (Foto : BPBD Natuna).

Sebagai Camat Bunguran Timur Laut (Bungtimla), Didik memastikan akan mengundang kembali pihak-pihak terkait untuk melakukan pembukaan akses aliran air sungai yang tertutup.

“Waktunya saya belum bisa tentukan, karena ada beberapa agenda yang harus kita kerjakan terlebih dahulu. Dan masyarakat Kelanga tadi sudah saya tanya kalau Jum’at ini bisa tidak. Mereka bilang belum bisa, jadi kita lihatlah nanti kapan waktunya,” terang Didik.

Didik juga membenarkan dalam rapat koordinasi juga sempat membahas tentang pemilik villa yang dikabarkan telah melakukan penimbunan pada bagian muara sungai. Hanya saja yang bersangkutan menganggap penimbunan yang dilakukannya tidak berdampak pada lingkungan.

“Dia bilang, katanya tidak ada upaya menutupnya, dan tidak masaalah katanya. Iya memang ada beberapa penimbunan yang dilakukan, katanya untuk menjaga agar lokasi beliau tidak terjadi longsor. Karena dibeberapa titik, air sungai itu seperti berputar, begitulah kira-kira pak,” pungkas Didik.

Saat itu, Didik juga mengaku telah menyampaikan kepada pemilik villa untuk segera menghentikan aktifitas penimbunan dan tidak lagi melakukan penimbunan baru di area sungai tersebut.

“Tentunya untuk bapak yang melakukan penimbunan, tadi sudah saya pastikan tidak ada aktivitas penimbunan lagi. Mudah-mudahan kedepan tidak terjadi hal-hal yang sampai melibatkan media massa. Penimbunan itu pakai sertu bukan pasir laut. Memang kita kroscek tadi di TKP bersama-sama, tidak ada penimbunan pada akses keluar air, jadi memang luapan dari air laut,” tegasnya.

Suasana saat berlangsungnya rakor membahas tentang dampak luapan air Sungai Setedung di Aula Kantor Camat Bunguran Timur Laut. (Foto : BPBD Natuna).

Terpisah Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Natuna, Raja Darmika, S.T, M.A.P yang mengikuti jalannya rapat koordinasi ketika diminta keterangan mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kecamatan Bunguran Timur Laut.

“Saya apresiasi sekali lah ya, karena upaya yang dilakukan pihak kecamatan dan pihak desa memang harus seperti itu. Upaya-upaya itu melibatkan unsur-unsur terkait. Memang tidak bisa harus BPBD sendiri ataupun pihak kecamatan sendiri,” ujarnya.

Menurut Raja Darmika, dengan melibatkan beberapa komponen dan instansi-instansi terkait serta masyarakat setempat, upaya pencegahan kemungkinan besar akan dapat diatasi dengan baik.

“Memang harus semua terlibat, sehingga kepudulian terhadap upaya pencagahan bencana bisa berjalan. Jadi dengan adanya rapat koordinasi seperti ini bisa menemukan solusi yang terbaik lah,” katanya berharap.

Raja Darmika juga membenarkan bahwa semua yang hadir dalam rapat koordinasi saat itu telah melakukan penijauan secara langsung seperti apa kondisi lapangan yang sempat membuat warga setempat heboh.

“Tadi kita langsung diikuti kegiatan turun lapangan, jadi ada beberapa kegiatan yang bisa menjadi solusi untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Jangka pendeknya dalam waktu 1-2 minggu kedepan mungkin akan diadakan semacam gotong royong membuat aliran sungai, mungkin dengan cara membobol pasir yang menumpuk,” terang Raja.

Reklamasi (penimbunan menggunakan sertu) pada bagian muara Sungai Setedung yang terus berlanjut, dan Kedas Kelanga mengaku tidak tahu ketika ditanya koranperbatasan.com Rabu, 02 Februari 2022 lalu. 

Sedangkan untuk jangka menengah, lanjut Raja Darmika akan dikaji lebih lanjut oleh Dinas PUPR. Apakah harus diadakan pembuatan semacam kanal atau apa, tergantung dari hasil kajian.

“Kalau jangka panjang memang harus ada upaya-upaya bagaimana agar sungai-sungai yang ada di Natuna mendapat perhatian khususnya dari masyarakat setempat, kepala desa, camat bahkan OPD terkait untuk mengatasi jangan samapai terjadi luapan air,” cetusnya.

Lebih jauh Raja Darmika menyimpulkan upaya pencegahan bencana terkait meluapnya air Sungai Setedung sebenarnya bisa dihindari jauh-jauh hari sebelum terjadinya luapan.

“Dapat disimpulkan bahwa kepedulian masyarakat sekarang ini mungkin sudah turun, dengan adanya rapat itu, akhirnya ditemukan solusi. Jangka pendeknya akan gotong royong, kemudian pemilik lahan diminta untuk tidak melanjutkan lagi upaya-upaya mempertahankan bibir tanahnya dan sempadan sungai, jadi sudah ada solusinya,” tutup Raja.

Ancaman Pidana Bagi Pelaku Pencemaran Lingkungan

Sungai dikuasai oleh negara dan merupakan kekayaan negara. Pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan.

Pelaku pencemaran lingkungan ternyata hukumannya terbilang tidak main-main. Jika terbukti bersalah dapat diganjar hukuman penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi Rp 3 miliar.

Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup.

Jika pencemaran sungai oleh perusahaan mengakibatkan warga meninggal dan menimbulkan kerugian materiil yaitu matinya ikan pada keramba dan tanaman pada kebun warga. Maka berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH.

Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut, Pasal 60 UU PPLH, setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Pemanfaatan ruang batas garis sempadan sungai dan garis sempadan danau dalam kawasan perkotaan. (Sumber BPBD Natuna).

Oleh karenanya pada tahun 2015 lalu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan tentang penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau.

Sempadan sungai mempunyai beberapa fungsi penyangga antara ekosistem sungai dan daratan agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Sempadan sungai merupakan garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.

Sebelumnya, pada tahun 2011 Pemerintah Republik Indonesia juga telah mengelurkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tentang Sungai. Pada Pasal 69, PP Nomor 38 Tahun 2011 itu, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya diminta melakukan pemberdayaan masyarakat secara terencana dan sistematis dalam pengelolaan sungai.

Bahkan beberapa tahun silam pemerintah melalui UU Nomor 32 Tahun 2009 telah mengatur tentang pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Artinya lingkungan harus tetap asri tidak boleh dirusak dengan cara apapun, termasuk tidak boleh menimbun sungai tanpa seizin pemerintah oleh karenanya setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib AMDAL atau UKL/UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Muara Sungai Setedung yang tertutup oleh pasir pantai yang dibawa oleh gelombang tinggi pada musim utara. (Foto : BPBD Natuna).

Penjelasan diatas menjadi justifikasi bahwa sebenarnya izin lingkungan masih ada dan berlaku hingga saat ini. Sekalipun izin lingkungan telah diganti menjadi persetujuan lingkungan hidup sebagaimana terdapat pada Undang Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja yang selanjutnya disebut Undang Undang Cipta Kerja.

Warga Resah Kebunnya Rusak, Sungai Ditimbun Kades Tak Tahu

Jauh hari sebelum rakor diadakan, warga Kampung Setedung, Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna sempat angkat bicara setelah sekian lama merasa terusik oleh luapan air Sungai Setedung akibat muara sungai tertutup oleh kegiatan reklamasi dan pasir alam.

Sebagaimana disampaikan Bujang Pani, tokoh masyarakat setempat yang juga ikut merasa terusik karena tak lagi dapat bercocok tanam di daerah dataran rendah akibat luapan air Sungai Setdung yang semakin menjadi-jadi.

“Kalau air sungai itu tidak lancar, pohon getah terdampak banjir, makanya dulu kami membuat parit di kebun, airnya mengalir ke sungai itu, sekarang sungai tersumbat airnya mengalir sampai ke kebun ubi, semunya habis mati,” ungkap Bujang Pani warga RT 006 RW 003 Setedung, dikediamannya Rabu, 02 Februari 2022.

Menurut Bujang Pani, sebelum terjadi luapan dasyat, hasil panen khususnya ubi di kebunnya saja bisa mencapai 100-200 kilo. Sayangnya 3 tahun kebelakangan ini (2019-2022) sejak muara sungai tidak diperbolehkan di jebol, kebunnya berubah menjadi daratan berair, sehingga sulit untuk bisa bercocok tanam.

“Karena tahun 2021 ada larangan dari pihak yang di laut, katanya tidak boleh di bobol lagi. Dia tanya saya, bapak bobol sungai? Saya jawab iya, kebun kami tidak tahan banjir. Orang itu bilang roboh beton saya ini! Saya bilang, saya ini pak haji bukan anak kecil, saya sudah besar, saya tahu beton pak haji tak akan roboh. Itulah beliau marah, mau rusakkan beton beliau,” kata Bujang Pani menceritakan yang terjadi.

Bujang Pani, tokoh masyarakat setempat yang juga ikut merasa terusik karena kebunnya rusak oleh luapan air sungai poto bersama wartawan media ini dikediamnnya.

Dari ceritanya, Bujang Pani mengaku menemuai yang bersangkutan (orang yang disebutnya pak haji-red) tidak sendiri, tetapi bersama beberapa warga yang merasa kebunnya terdampak luapan air sungai.

“Saya bilang bukan mau merusak, tetapi kami mau menurunkan air yang tergenang, makanya muara sungai harus di bobol agar airnya bisa mengalir. Terus saya bilang ke beliau kecuali sudah bapak beli sungai ini. Nah, itulah beliau marah, waktu itu ramai bersama warga,” urainya.

Katanya dulu muara Sungai Setedung besar dan lebar, bila tersumbat akan di bobol oleh warga. Meski kebun sempat banjir, tetapi tidak terlalu lama, karenanya bersama 20 orang warga sepakat membuat parit sedalam 1 meter agar air mengalir deras ke sungai tersebut.

“Sekarang sungai tersumbat, makanya air di parit yang kami buat tidak bisa mengalir. Selain jarang panen, jalan menuju ke kebun juga tergenang air bahkan berlumpur, pembeli tidak sanggup melintas,” jelasnya.

Bujang Pani membenarkan bahwa sungai tersebut telah di timbun, hanya saja ia tidak tahu persis kapan penimbunan mulai dilakukan.

“Setelah saya di tegur saya tidak datang lagi, setelah itu beliau nimbun sungai itu sampai kecil. Harapan masyarakat bisa membuka kembali sungai yang tersumbat, kalau sungai itu tidak meluap, berarti masyarakat aman dan bisa kembali berkebun,” imbuhnya.

Menurutnya, saat penimbunan dilakukan tidak ada warga yang berani menegur, bahkan orang-orang disekitar tidak seberapa memperhatikan penimbunan tersebut. Warga sempat terkejut ketika mengetahui sungai mulai mengecil akibat timbunan.

“Beliau tidak ada bilang mau nimbun sungai itu, apa lagi orang disini subuh-subuh sudah pergi potong getah, jadi kurang memperhatikan aktifitas beliau di sungai itu. Selain potong getah, kami berkebun ubi, menanam jagung dan lain-lainnya. Karena luapan air tak hilang-hilang warga tidak bisa menanam lagi,” tuturnya.

Ketua RT 006 RW 003 Setedung, Khaidir dan wartawan media ini poto bersama usai memberikan keterangan terkait yang terjadi.

Ketua RT 006 RW 003 Setedung, Khaidir ketika diminta keterangan, Rabu, 02 Februari 2022 dikediamnnya membenarkan yang terjadi, hanya saja saat warga hendak melakukan pembobolan muara sungai dirinya tidak ikut serta.

“Jadi masaalahnya sungai tersumbat, nanti kami bersama masyarakat akan bergotong royong membobol yang tersumbat itu. Kalau dari Pemda mau ikut membantu tidak masalah, masyarakat kita siap mendukung. Mari sama-sama kita gotong royong, baik membobolkan muara sungai tersumbat maupun membersihkan sungainya,” tegas Khaidir.

Khaidir juga membenarkan telah menerima laporan dari warganya untuk bersama membobol muara sungai yang tersumbat. Namun dirinya masih mencari waktu yang tepat untuk dapat melakukannya.

“Iya warga disini banyak petani, Pak Gafar ada lapor, mau bobol sungai, saya bilang belum sempat, bila saatnya kita pergi sama-sama. Masalah larangan waktu itu saya tidak pergi, memang warga ada bilang,” ujarnya.

Tapi lanjut Khaidir jika warga ingin membobol tidak ada yang boleh melarangnya karena itu adalah sungai. Apa lagi tersumbat berdampak pada kebun warga, bukan warga ganggu tanah yang bersangkutan.

“Sungai itukan hak negara, bukan hak beliau. Sebenarnya tidak ada tanah di situ, memang beliau yang membuat timbunan di situ. Rencana memang sudah ada mau bobolkan lagi, cuma saat ini kami lagi sibuk persiapan menjelang hajatan pernikahan anak, tapi mau cepat bobol tidak masalah juga. Saya sehari-hari berkebun, kena juga kebun saya,” cetusnya.

Parit perkebunan yang dibuat oleh warga setempat untuk mengatasi terjadinya banjir dan airnya mengalir ke Sungai Setedung.

Khaidir memastikan, seseorang yang telah melakukan penimbunan dan melarang warga membobol muara sungai tidak berdomisili di Setedung, hanya saja lokasi tempat piknik yang dikelola oleh seseorang tersebut masuk wilayah RT-nya.

“Bukan warga saya, beliau Maridan orang Ranai, cuma lokasi RT sini. Beliau mau melarang kami kerja, kami tidak peduli. Pokoknya air sungai kami tetap harus mengalir, karena kebun kami sudah habis. Nanti saya koordinasikan dulu ke Pak RW,” pungkasnya.

Asmuri, Kepala Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut, yang berhasil ditemui koranperbatasan.com Rabu, 02 Februari 2022 di kantornya mengaku tidak tahu. Karena pihak yang melakukan reklamasi tidak pernah memberitahu ke pemerintah desa setempat.

“Saya memang tidak tahu sama sekali. Bukan saya menutupi masalah ini, tidak! Memang saya pun kurang paham, jika ada kepentingan individu, mungkin akan berhadapan dengan saya. Apa lagi menyangkut keluhan orang ramai, karena di darat sana perkebunan semua, cocok tanam masyarakat, tentu harus cepat saya atasi,” sebutnya.

Sebagai Kades Kelanga, Asmuri mengaku baru mengatahui yang terjadi ketika koranperbatasan.com menanyakan hal tersebut kepada dirinya.

“Memang hari ini lah baru saya tahu, itupun lewat media. Kalau dari RT dan RW baik masyarakat memang tidak pernah menyampaikan keluhan itu kepada desa. Jadi nanti pertama kita akan pergi ngecek dulu, apakah memang ada unsur kesengajaan dari yang bersangkutan,” terangnya.

Asmuri, Kepala Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut.

Kata Asmuri, pemerintah desa akan memberikan teguran kepada yang bersangkutan jika ditemukan unsur kesengajaan. Bahkan tidak segan-segan memberikan tindakan tegas, karena muara sungai tersebut memang tidak boleh di timbun.

“Dan yang kedua, kemungkinan kita akan menindaklanjuti masaalah pembersihan. Karena sudah ada dampak, sudah ada berita-berita seperti ini, tetap kita tindaklanjut sesuai dengan bidang masing-masing, akan kita sampaikan ke dinas-dinas terkait bahkan kepada dewan,” tegasnya.

Kepada koranperbatasan.com, Asmuri memastikan secepatnya akan melakukan survey lokasi.

“Kalau memang ada waktu hari ini kita mau turun, dan saya pun sudah siap-siap juga. Cuma dusun wilayah itu masih ada pekerjaan, mungkin besok kita langsung turun ke lokasi. Saya minta juga ke Pak Dusun tadi konfirmasi sama Pak RT dan Pak RW yang bersangkutan, kita akan turun bersama-sama,” pungkasnya.

Terpisah, H. Maridan nama yang disebut-sebut Khaidir selaku Ketua RT 006 RW 003 Setedung, ketika dihubungi melalui telepon selulur sempat menerima panggilan koranperbatasan.com, sayangnya ia mengaku sedang sibuk dan belum dapat memberikan penjelasan terkait yang terjadi.

“Nanti ya pak! saya lagi ada kegiatan,” katanya singkat.

Reklamasi tidak jauh dari bagian muara Sungai Setedung yang terus berlanjut, dan Kedas Kelanga, Asmuri mengaku tidak tahu.

Satu hari sebelumya Abdul Gafar warga RT 006 RW 003 Setedung, Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut, kepada koranperbatasan.com memastikan luapan air sungai telah berhasil merusak bahkan membunuh aneka tanaman perkebunan milik warga setempat yang berada di dataran rendah.

“Masyarakat disini memang sudah banyak mengeluh karena lumpur dan airnya sudah terlalu dalam. Tanaman ubi yang berada di daerah dataran rendah sekarang ini sudah tidak bisa di panen lagi, selain busuk juga banyak mati,” kata Gafar melalui telepon seluler, Selasa, 01 Februari 2022.

Diceritakan Gafar, luapan air terjadi karena dari arah sebelah laut tertup, sementara pada bagian kedalaman air yang berada dibagian depan telah diadakan penimbunan oleh seseorang, alhasil membuat sungai tersebut semakin mengecil dan airnya meluap.

“Nah, hantaran pasir yang dibawa dari laut oleh gelombang air laut semakin banyak dan membuat sungai itu tertutup,” ujarnya.

Menurut Gafar, setiap musim utara muara sungai akan tertutup oleh pasir pantai yang dibawa gelombang air laut. Biasanya setiap muara tertutup warga melakukan penjebolan kembali agar air tidak meluap.

“Cuma tahun kemarin ketika hendak di jebol kembali tidak dizinkan oleh pihak yang berada di bagian depan,” terangnya.

Salah satu warga Setedung memperlihatkan akses jalan menuju perkebunan yang tergenang air berlumpur kepada wartawan media ini, Selasa, 02 Februari 2022.

Mewakili warga setempat, Gafar berharap bagian yang tertutup diperbolehkan kembali untuk di jebol. Selain agar air sungai bisa kembali ke laut juga agar warga bisa kembali bercocok tanam.

“Tahun kemarin dari orang kampung sini yang hendak menjebol itu kenak teguran oleh orang sebelah laut yang memiliki sejenis villa tempat orang-orang piknik. Tempat itu sudah hampir tiga tahun beroperasi,” pungkasnya.

Karena sudah pernah mendapat teguran, lanjut Gafar warga pun tidak berani menjebol muara sungai tersebut. Akibatnya air sungai meluap dan lari ke kebun-kebun milik warga.

“Jarak dari laut ke sungai ini sekitar 1 kilo dan sungai itu buntu. Jadi sudah saya sampaikan kepada RT dan RW dan saya juga sudah sampaikan kepada Kalaksa BPBD Natuna,” tutur Gafar.

Atas laporannya itu, Gafar menyebutkan Kepala BPBD Natuna, telah menurunkan tim untuk melakukan survey lokasi dan berjanji akan membantu mengatasi persoalan yang terjadi.

“Dari BPBD Natuna hari ini sudah berkunjung menyaksikan langsung apa yang terjadi dan meminta waktu untuk berembuk. Tanggapannya akan diusahakan, karena BPBD baru saja terbentuk dan akan bekerjasama dengan dinas terkait,” jelas Gafar. (KP).

Sumber : https://koranperbatasan.com/hukum/baca/41244/camat-hadirkan-semua-pihak-muara-sungai-setedung-sepakat-dibobol-kembali.html

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *